Tuesday, March 27, 2012

Makom Para WALI

Wali Allah memiliki tingkatan atau maqom yang berbeda-beda. Berikut  Tingkatan Maqom Wali atau Aulia Allah dari kitab Jami’u Karomatil Aulia:
1. Wali Qutub:  dalam waktu 1 abad hanya 1 Orang yang berada dalam maqom ini
2. Maqom Aimmah:  dalam kurun waktu  1 Abad hanya ada 2 orang wali
3. Maqom Autad:  dalam 1 Abad 4 Orang wali, mereka berada di 4 penjuru Mata Angin
4.  Maqom Wali Abdal: dalam 1 Abad ada 7 Orang wali, tidak akan bertambah & berkurang Apabila ada wali Abdal yang Wafat,  Allah swt akan  menggantikannya dengan mengangkat Wali abdal yang Lain ( Abdal=Pengganti ) Wali Abdal juga ada yang Wali Wanita.
5. Maqom Nuqoba’ ( Naqib ):  dalam  1 Abad ada 12 orang  Wali, diwakilkan Allah masing-masing pada tiap-tiap Bulan
6. Maqom Nujaba’ : dalam 1 Abad 8 Orang
7. Maqom Wali Hawariyyun; dalam 1 Abad hanya 1 Orang wali , Wali Hawariyyun di beri kelebihan Oleh Allah swt dalam keberanian, Pedang ( Zihad) dalam menegakkan Agama Allah dimuka bumi.
8. Rojabiyyun: dalam 1 Abad ada 40 Orang  wali,  tidak akan bertambah dan berkurang, bila ada salah satu Wali Rojabiyyun wafat maka Allah swt akan Wali rojabiyyun yg lainnya, Serta  Allah swt akan mengangkatnya menjadi wali Khusus di bulan Rajab dari Awal bulan sampai Akhir Bulan .
9. Khotam ( penutup Wali ): di dunia hanya 1 orang, yaitu Nabi Isa,  ketika diturunkan kembali ke dunia,  Allah swt akan Angkat menjadi Wali Khotam .
10. Qolbu Adam : dalam 1 Abad  ada 300 orang wali
11. Qolbu Nuh: dalam 1 Abad ada  40 Orang wali
12. Qolbu Ibrahim: dalam 1 Abad ada 7 Orang wali
13. Qolbu Jibril : dalam  1 Abad 5 Orang wali
14. Qolbu Mikail : dalam 1 Abad 3 Orang Wali  tidak kurang dan tidak lebih Allah selau mengangkat wali lainnya, bila ada salah satu Dari Wali qolbu Mikail Yg Wafat
15.Qolbu Isrofil: dalam waktu 1 Abad hanya ada 1 Orang  wali
16. Maqom Rizalul ‘Alamul Anfas : dalam kurun waktu  1 Abad ada 313 Orang  wali
17.Maqom Wali Rizalul Ghoib: dalam  1 Abad ada 10 orang tidak bertambah dan berkurang tiap-tiap Wali Rizalul Ghoib ada yg Wafat seketika juga Allah mengangkat Wali Rizalul Ghoib Yg lain, Wali Rizalul Ghoib merupakan Wali yang di sembunyikan oleh Allah swt dari penglihatannya Makhluq2 Bumi dan Langit tiap2 wali Rizalul Ghoib tidak dapat mengetahui Wali Rizalul Ghoib yang lainnya, Dan ada juga Wali dengan pangkat Rijalul Ghoib dari golongan Jin Mu’min, Semua Wali Rizalul Ghoib tidak mengambil sesuatupun dari Rizqi Alam nyata ini tetapi mereka mengambil atau menggunakan Rizqi dari Alam Ghaib.
18. Adz-Dzohirun: dalam  1 Abad ada 18 orang wali
19. Rizalul Quwwatul Ilahiyyah: dalam 1 Abad ada 8 Orang wali
20. Khomsatur Rizal: dalam 1 Abad 5 orang wali
21. Rizalul Hanan: dalam 1 Abad hanya 15 Orang wali
22. Rizalul Haybati Wal Jalal: dalam 1 Abad hanya 4 Orang wali
23. Rizalul Fath : dalam 1 Abad hanya 24 Orang wali,  Allah swt mewakilkannya di tiap Sa’ah ( Jam ) Wali Rizalul Fath tersebar di seluruh Dunia 2 Orang di Yaman, 6 orang di Negara Barat, 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua Jihat ( Arah Mata Angin )
23. Rizalul Ma’arijil ‘Ula: dalam 1 Abad hanya 7 Orang wali
24. Rizalut Tahtil Asfal:  dalam 1 Abad hanya 21 Orang wali
25. Rizalul Imdad: dalam 1 Abad hanya 3 Orang wali
26. Ilahiyyun Ruhamaniyyun: dalam 1 Abad hanya 3 Orang wali,  Pangkat ini menyerupai Pangkatnya Wali Abdal
27. Rozulun Wahidun: dalam 1 Abad hanya 1 Orang wali
28. Rozulun Wahidun Markabun Mumtaz:  dalam 1 Abad hanya 1 Orang wali
Wali dengan Maqom Rozulun Wahidun Markab ini di lahirkan antara Manusia dan Golongan Ruhanny( Bukan Murni Manusia ), Beliau tidak mengetahui Siapa Ayahnya dari golongan Manusia , Wali dengan Pangkat ini Tubuhnya terdiri dari 2 jenis yg berbeda, Pangkat Wali ini ada juga yang menyebut ” Rozulun Barzakh ” Ibunya Dari Wali Pangkat ini dari Golongan Ruhanny Air INNALLOHA ‘ALA KULLI SAY IN QODIRUN ” Sesungguhnya Allah S.W.T atas segala sesuatu Kuasa.
29. Syakhsun Ghorib : di dunia hanya ada 1 orang
30. Saqit Arofrof Ibni Saqitil ‘Arsy:dalam 1 Abad hanya 1 Orang wali
31. Rizalul Ghina dalam 1 Abad hanya 1 Orang wali, sesuai Nama Maqomnya ( Pangkatnya ) Rizalul Ghina ” Wali ini Sangat kaya baik kaya Ilmu Agama, Kaya Ma’rifatnya kepada Allah swt maupun Kaya Harta yg di jalankan di jalan Allah, Pangkat Wali ini juga ada Waliahnya ( Wanita ).
31. Syakhsun Wahidun : dalam 1 Abad hanya 1 Orang wali
32. Rizalun Ainit Tahkimi waz Zawaid: dalam 1 Abad hanya 10 Orang wali
33. Budala’: dalam 1 Abad hanya 12 Orang wali, Budala’ Jama’ nya ( Jama’ Sigoh Muntahal Jumu’) dari Abdal tapi bukan Pangkat Wali Abdal
34. Rizalul Istiyaq: dalam 1 Abad hanya 5 Orang wali
35. Sittata Anfas : dalam 1 Abad hanya 6 Orang wali,  salah satu wali dari pangkat ini adalah Putranya Raja Harun Ar-Royid yaitu Syeikh Al-’Alim Al-’Allamah Ahmad As-Sibty
36. Rizalul Ma’:  dalam 1 Abad hanya 124 Orang wali,  Wali dengan Pangkat Ini beribadahnya di dalam Air di riwayatkan oleh Syeikh Abi Su’ud Ibni Syabil ” Pada suatu ketika aku berada di pinggir sungai tikrit di Bagdad dan aku termenung dan terbersit dalam hatiku “Apakah ada hamba2 Allah yang beribadah di sungai-sungai atau di Lautan” Belum sampai perkataan hatiku tiba2 dari dalam sungai muncullah seseorang yang berkata “akulah salah satu hamba Allah yang di tugaskan untuk beribadah di dalam Air”, Maka akupun mengucapkan salam padanya lalu Dia pun membalas salam aku tiba2 orang tersebut hilang dari pandanganku.
37. Dakhilul Hizab: dalam 1 Abad hanya 4 Orang wali
Wali dengan Pangkat Dakhilul Hizab sesuai nama Pangkatnya , Wali ini tidak dapat di ketahui Kewaliannya oleh para wali yg lain sekalipun sekelas Qutbil Aqtob Seperti Syeikh Abdul Qodir Jailani, Karena Wali ini ada di dalam Hizab nya Allah, Namanya tidak tertera di Lauhil Mahfudz sebagai barisan para Aulia, Namun Nur Ilahiyyahnya dapat terlihat oleh para Aulia Seperti di riwayatkan dalam kitab Nitajul Arwah bahwa suatu ketika Syeikh Abdul Qodir Jailani Melaksanakan Towaf di Baitulloh Mekkah Mukarromah tiba2 Syeikh melihat seorang wanita dengan Nur Ilahiyyahnya yang begitu terang benderang sehingga Syeikh Abdul qodir Al-Jailani Mukasyafah ke Lauhil Mahfudz dilihat di lauhil mahfudz nama Wanita ini tidak ada di barisan para Wali2 Allah, Lalu Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani bermunajat kepada Allah untuk mengetahui siapa Wanita ini dan apa yang menjadi Amalnya sehingga Nur Ilahiyyahnya terpancar begitu dahsyat , Kemudian Allah memerintahkan Malaikat Jibril A.S untuk memberitahukan kepada Syeikh bahwa wanita tersebut adalah seorang Waliyyah dengan Maqom/ Pangkat Dakhilul Hizab ” Berada di Dalam Hizabnya Allah “, Kisah ini mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa Ber Husnudzon ( Berbaik Sangka ) kepada semua Makhluq nya Allah, Sebetulnya Masih ada lagi Maqom2 Para Aulia yang tidak diketahui oleh kita, Karena Alloa S.W.T menurunkan para Aulia di bumi ini dalam 1 Abad 124000 Orang, yang mempunyai tugasnya Masing2 sesuai  Maqomnya Wali

Monday, March 26, 2012

Waliyullah adalah Rahasia Allah, Haq Mutlak Allah untuk diberikan kepada Siapapun Yang dia Kehendaki

Menyebarkan nama Wali Alloh serta tugasnya
LA TAHSABANNAL LADZI QUTILUU FI SABILILLAHI AMWATAN, BAL AHYAUN INDA ROBBIHIM YURZAQUNA ( Ali Imron 169 ) ” Janganlah kamu mengira bahwa orang2 yang gugur di jalan Alloh itu MATI bahkan mereka itu HIDUP di sisi tuhannya dengan mendapat rezqi ”
HIDUP Yaitu hidup dalam alam yang lain yang bukan alam kita ini, di mana mereka mendapat keni’matan2 di sisi Alloh, Dan hanya Alloh sajalah yang mengetahui bagaimana keadaan HIDUP nya itu.
Sesuai  kitab Jawahir Al-Khomsi Syeikh Khotiruddin Bayazid Al-Khowajah dan Kitab Jami’u Karomatil Aulia kepunyaan Syeikh Yusuf ibni Isma’il An-Nabhani R.A ,
Rizalul Ghoib merupakan salah satu pangkat kewalian dari 37 pangkat/ Maqom Wali berikut di bawah ini Pangkat/ Maqom nya para Aulia Alloh :
1.Qutub Atau Ghauts ( 1 abad 1 Orang )
2. Aimmah ( 1 Abad 2 orang )
3. Autad ( 1 Abad 4 Orang di 4 penjuru Mata Angin )
4. Abdal ( 1 Abad 7 Orang tidak akan bertambah & berkurang Apabila ada wali Abdal yg Wafat Alloh menggantikannya dengan mengangkat Wali abdal Yg Lain ( Abdal=Pengganti ) Wali Abdal juga ada yang Waliyahnya ( Wanita )
5. Nuqoba’ ( Naqib ) ( 1 Abad 12 orang Di Wakilkan Alloh Masing2 pada tiap2 Bulan)
6. Nujaba’ ( 1 Abad 8 Orang )
7. Hawariyyun ( 1 Abad 1 Orang ) Wali Hawariyyun di beri kelebihan Oleh Alloh dalam hal keberanian, Pedang ( Zihad) di dalam menegakkan Agama Islam Di muka bumi.
8. Rojabiyyun ( 1 Abad 40 Orang Yg tidak akan bertambah & Berkurang Apabila ada salah satu Wali Rojabiyyun yg meninggal Alloh kembali mengangkat Wali rojabiyyun yg lainnya, Dan Alloh mengangkatnya menjadi wali Khusus di bulan Rajab dari Awal bulan sampai Akhir Bulan oleh karena itu Namanya Rojabiyyun.
9. Khotam ( penutup Wali )( 1 Alam dunia hanya 1 orang ) Yaitu Nabi Isa A.S ketika diturunkan kembali ke dunia Alloh Angkat menjadi Wali Khotam ( Penutup ).
10. Qolbu Adam A.S ( 1 Abad 300 orang )
11. Qolbu Nuh A.S ( 1 Abad 40 Orang )
12. Qolbu Ibrohim A.S ( 1 Abad 7 Orang )
13. Qolbu Jibril A.S ( 1 Abad 5 Orang )
14. Qolbu Mikail A.S ( 1 Abad 3 Orang tidak kurang dan tidak lebih Alloh selau mengangkat wali lainnya Apabila ada salah satu Dari Wali qolbu Mikail Yg Wafat )
15.Qolbu Isrofil A.S ( 1 Abad 1 Orang )
16. Rizalul ‘Alamul Anfas ( 1 Abad 313 Orang )
17. Rizalul Ghoib ( 1 Abad 10 orang tidak bertambah dan berkurang tiap2 Wali Rizalul Ghoib ada yg Wafat seketika juga Alloh mengangkat Wali Rizalul Ghoib Yg lain, Wali Rizalul Ghoib merupakan Wali yang di sembunyikan oleh Alloh dari penglihatannya Makhluq2 Bumi dan Langit tiap2 wali Rizalul Ghoib tidak dapat mengetahui Wali Rizalul Ghoib yang lainnya, Dan ada juga Wali dengan pangkat Rijalul Ghoib dari golongan Jin Mu’min, Semua Wali Rizalul Ghoib tidak mengambil sesuatupun dari Rizqi Alam nyata ini tetapi mereka mengambil atau menggunakan Rizqi dari Alam Ghaib.
18. Adz-Dzohirun ( 1 Abad 18 orang )
19. Rizalul Quwwatul Ilahiyyah (1 Abad 8 Orang )
20. Khomsatur Rizal ( 1 Abad 5 orang )
21. Rizalul Hanan ( 1 Abad 15 Orang )
22. Rizalul Haybati Wal Jalal ( 1 Abad 4 Orang )
23. Rizalul Fath ( 1 Abad 24 Orang ) Alloh mewakilkannya di tiap Sa’ah ( Jam ) Wali Rizalul Fath tersebar di seluruh Dunia 2 Orang di Yaman, 6 orang di Negara Barat, 4 orang di negara timur, dan sisanya di semua Jihat ( Arah Mata Angin )
23. Rizalul Ma’arijil ‘Ula ( 1 Abad 7 Orang )
24. Rizalut Tahtil Asfal ( 1 Abad 21 orang )
25. Rizalul Imdad ( 1 Abad 3 Orang )
26. Ilahiyyun Ruhamaniyyun ( 1 Abad 3 Orang ) Pangkat ini menyerupai Pangkatnya Wali Abdal
27. Rozulun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )
28. Rozulun Wahidun Markabun Mumtaz ( 1 Abad 1 Orang )
Wali dengan Maqom Rozulun Wahidun Markab ini di lahirkan antara Manusia dan Golongan Ruhanny( Bukan Murni Manusia ), Beliau tidak mengetahui Siapa Ayahnya dari golongan Manusia , Wali dengan Pangkat ini Tubuhnya terdiri dari 2 jenis yg berbeda, Pangkat Wali ini ada juga yang menyebut ” Rozulun Barzakh ” Ibunya Dari Wali Pangkat ini dari Golongan Ruhanny Air INNALLOHA ‘ALA KULLI SAY IN QODIRUN ” Sesungguhnya Alloh S.W.T atas segala sesuatu Kuasa.
29. Syakhsun Ghorib ( di dunia hanya ada 1 orang )
30. Saqit Arofrof Ibni Saqitil ‘Arsy ( 1 Abad 1 Orang )
31. Rizalul Ghina ( 1 Abad 2 Orang ) sesuai Nama Maqomnya ( Pangkatnya ) Rizalul Ghina ” Wali ini Sangat kaya baik kaya Ilmu Agama, Kaya Ma’rifatnya kepada Alloh maupun Kaya Harta yg di jalankan di jalan Alloh, Pangkat Wali ini juga ada Waliahnya ( Wanita ).
31. Syakhsun Wahidun ( 1 Abad 1 Orang )
32. Rizalun Ainit Tahkimi waz Zawaid ( 1 Abad 10 Orang )
33. Budala’ ( 1 Abad 12 orang ) Budala’ Jama’ nya ( Jama’ Sigoh Muntahal Jumu’) dari Abdal tapi bukan Pangkat Wali Abdal
34. Rizalul Istiyaq ( 1 Abad 5 Orang )
35. Sittata Anfas ( 1 Abad 6 Orang ) salah satu wali dari pangkat ini adalah Putranya Raja Harun Ar-Royid yaitu Syeikh Al-’Alim Al-’Allamah Ahmad As-Sibty
36. Rizalul Ma’ ( 1 Abad 124 Orang ) Wali dengan Pangkat Ini beribadahnya di dalam Air di riwayatkan oleh Syeikh Abi Su’ud Ibni Syabil ” Pada suatu ketika aku berada di pinggir sungai tikrit di Bagdad dan aku termenung dan terbersit dalam hatiku “Apakah ada hamba2 Alloh yang beribadah di sungai2 atau di Lautan” Belum sampai perkataan hatiku tiba2 dari dalam sungai muncullah seseorang yang berkata “akulah salah satu hamba Alloh yang di tugaskan untuk beribadah di dalam Air”, Maka akupun mengucapkan salam padanya lalu Dia pun membalas salam aku tiba2 orang tersebut hilang dari pandanganku.
37. Dakhilul Hizab
Wali dengan Pangkat Dakhilul Hizab sesuai nama Pangkatnya , Wali ini tidak dapat di ketahui Kewaliannya oleh para wali yg lain sekalipun sekelas Qutbil Aqtob Seperti Syeikh Abdul Qodir Jailani, Karena Wali ini ada di dalam Hizab nya Alloh, Namanya tidak tertera di Lauhil Mahfudz sebagai barisan para Aulia, Namun Nur Ilahiyyahnya dapat terlihat oleh para Aulia Seperti di riwayatkan dalam kitab Nitajul Arwah bahwa suatu ketika Syeikh Abdul Qodir Jailani Melaksanakan Towaf di Baitulloh Mekkah Mukarromah tiba2 Syeikh melihat seorang wanita dengan Nur Ilahiyyahnya yang begitu terang benderang sehingga Syeikh Abdul qodir Al-Jailani Mukasyafah ke Lauhil Mahfudz dilihat di lauhil mahfudz nama Wanita ini tidak ada di barisan para Wali2 Alloh, Lalu Syeikh Abdul Qodir Al-Jailani bermunajat kepada Alloh untuk mengetahui siapa Wanita ini dan apa yang menjadi Amalnya sehingga Nur Ilahiyyahnya terpancar begitu dahsyat , Kemudian Alloh memerintahkan Malaikat Jibril A.S untuk memberitahukan kepada Syeikh bahwa wanita tersebut adalah seorang Waliyyah dengan Maqom/ Pangkat Dakhilul Hizab ” Berada di Dalam Hizabnya Alloh “, Kisah ini mengisyaratkan kepada kita semua agar senantiasa Ber Husnudzon ( Berbaik Sangka ) kepada semua Makhluq nya Alloh, Sebetulnya Masih ada lagi Maqom2 Para Aulia yang tidak diketahui oleh kita, Karena Alloh S.W.T menurunkan para Aulia di bumi ini dalam 1 Abad 124000 Orang, yang mempunyai tugasnya Masing2 sesuai Pangkatnya atau Maqomnya. Susunan Maqom/Pangkat Para Aulia ini saya terjemahkan dari kitab Jami’u Karomatil Aulia ( Kumpulan Karomah2 Para Wali ), Perlu di ketahui bahwa Maqomnya para Aulia tidak tetap tapi naik walaupun mereka sudah Meninggal,  Kitab Jawahir Al-Khomsi
DoaNya Yang Duduk dan Dipangkat Derajat
Ya, Dzat Nurullah Yang Qodiem
Sembunyikan Diriku dalam Nur IlahiahMu, hingga Rosulullah dan seluruh WaliMu tidak dapat menemukanKu,tidak mengetahui catatan jelekku, Dihapusnya Segala catatan dan ingatan di Lauful Mahfuz, Ingatan dan catatan malaikat-malaikatMU dan Dihapusnya di segala Tinta dan Segala Ingatan maupaun Rekaman,Amin
Riwayatul Auliya :
Cerita Waliyullah Yang ingin Sembunyi dari Rosulullah
BERSEMBUNYI DARI ROSULULLAH
Setiap Orang Pasti berdosa, meskipun Seorang Waliyullah, bahkan Nabi Allah Sekalipun berdosa , Kisah ini nyata saat di Padang Masyar, semua nabi tidak ada yang berani berbicara , hanya Rosulullah ( Sebaik-Baiknya Wujud Ciptaan Allah yang DimaksumNya ) yang sanggup berbicara dan kisah ini diabadikan dengan Gelar “SAFAAT AKBAR ROSULULLAH”
di Zaumil Kiamah
Alkisah MunajatNya Waliyullah Yang bersembunyi dalam Nur Illahiah ( Tempat Teraman  dari seluruh Tempat teraman)
 Allah Ya Robbi  :

Semua orang pasti akan dilihatkan dosanya di hari akerat, dan akan dipertemukan dengan RosulNya Masing-masing, dan jangankan di akerat di duniapun sudah terlihat bagi yang Aku kasyafkan

Waliyullah :

Hamba Mohon, jangan engkau permalukan Hamba Ya Allah-Ya Robbi dihadapan kekasihKu ,JunjunganKu Rosulullah dan seluruh WaliMu

Allah Ya Robbi  :

Dimanakah tempat yang paling teraman hingga rosulullah dan para malaikat,Para waliyullah tidak dapat melihatnya

Waliyullah :

Didalam Nur IlahiahMu Ya Allah-Ya Robbi

Allah Ya Robbi  :

Kenapa hambaKU

Waliyullah :

Jika hamba di bumi, maka akan ada malaikatMu Yang mengkasih tahu Rosulullah dimana hamba berada,Karena semua Malaikat tunduk kepada junjunganku Rosulullah

Jika hamba di dalam Goa yang Gelap Gulita, maka akan ada malaikatMu Yang mengkasih tahu Rosulullah dimana hamba berada, Karena semua Malaikat tunduk kepada junjunganku Rosulullah
Jika hamba di dalam Lautan, maka akan ada malaikatMu Yang mengkasih tahu Rosulullah dimana hamba berada,Karena semua Malaikat tunduk kepada junjunganku Rosulullah
Jika hamba di dalam hutan, maka akan ada malaikatMu Yang mengkasih tahu Rosulullah dimana hamba berada,Karena semua Malaikat tunduk kepada junjunganku Rosulullah
Jika hamba di Perut bumi, maka akan ada malaikatMu Yang mengkasih tahu Rosulullah dimana hamba berada,Karena semua Malaikat tunduk kepada junjunganku Rosulullah
Jika hamba di dilangit, maka akan ada malaikatMu Yang mengkasih tahu Rosulullah dimana hamba berada,Karena semua Malaikat tunduk kepada junjunganku Rosulullah
Jika hamba di Kursi Engkau, maka akan ada malaikatMu Yang mengkasih tahu Rosulullah dimana hamba berada,Karena semua Malaikat tunduk kepada junjunganku Rosulullah
BAHKAN
JIka hamba di dalam “DASAR NERAKA” yang paling dalam dan paling Gelap Gulita, maka akan ada malaikatMu Yang mengkasih tahu Rosulullah dimana hamba berada,Karena semua Malaikat , dan Malikat Malik Penjaga Neraka tunduk kepada junjunganku Rosulullah
Hamba Malu, bertemu Rosulullah karena Saat bertemu, Rosulullah pasti Malu, di hadapan para Nabi yang lain , melihat Umatnya seperti hamba ini, ternyata Ahli Maksiat, setiap dosa tercatat di tubuh Ini, anggota tubuh ini ,tangan dan kaki pun bisa bersuara,bahkan Tubuh ini mengeluarkan bau tidak sedap, karena saking banyaknya Dosa sama halnya seperti Ahli ibadah mengeluarkan Cahaya karena pancaran ibadah & taatnya Padamu, dari wudlunya ,solatnya dan ibadah lainnya
Hamba juga Malu, dosa hamba dilihat kepada seluruh maklukmu, terlebih orang tuaku, keluargaku,sahabat-sahabatku,dan seluruh malaikatmu,  Pasti Malu sekali maka Sembunyikan Aku Ya Allah Ya robbi
Namun di dalam Nur ilahiahMu, tidak akan ada yang Melihat Aku hambaMu ini, tidak pula malaikat, tidak pula Para nabi, Hanya engkau yang sanggup melihat hamba YA Allah-Yabbi
Hanya Engkau, Nur Illahiah Yang Agung  dan Aku Hilang dalam Nur AgungMU, Terselimuti diriku Untuk Selama-lamanya, dengan Maha AgungNya dan Maha sempurnaNya Nur IllahiahMu—Selamanya Amin

Menajaga Lisan dari Perkataan Kurang baik

Berhati-hatilah dengan lisanmu bila menyangkut waliyullah (kekasih Allah)
“Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yaitu) orang- orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa.” (QS. Yunus : 62-6)
Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya Allah Yang Maha Mulia dan Maha Besar berfirman: “Barangsiapa yang memusuhi waliKu, maka Aku telah mengumumkan perang kepadanya. Jika ia (Wali) memohon kepadaKu, niscaya Aku benar­-benar memberinya. Jika ia memohon kepadaKu, niscaya Aku benar-benar melindunginya”. (HR Bukhari)
Karomah Wali dalam AL-Quran
Pertama, Kisah Maryam binti Imran yang senantiasa memperoleh buah segar bukan pada musimnya, padahal ia tidak pernah keluar dari mihrab, seperti tergambar dari ayat berikut :
“Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: “Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?” Maryam menjawab: “Makanan itu dari sisi Allah.” Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab” (Ali Imran 37)
.
Kedua, kisah Ashhab al-Kahf yang tidur selama tiga ratus sembilan tahun didalam goa kemudian bangun dalam keadaan sehat walafiat sebagaimana tergambar pada ayat berikut :
“Dan kamu mengira mereka itu bangun, padahal mereka tidur; Dan kami balik-balikkan mereka ke kanan dan ke kiri, sedang anjing mereka mengunjurkan kedua lengannya di muka pintu gua. Dan jika kamu menyaksikan mereka tentulah kamu akan berpaling dari mereka dengan melarikan diri dan tentulah (hati) kamu akan dipenuhi oleh ketakutan terhadap mereka”.
“Dan mereka tinggal dalam gua mereka tiga ratus tahun dan ditambah sembilan tahun (lagi)”. (Al-Kahfi 18 dan 25)
.
Ketiga, kisah sahabat Nabi Sulaiman yang dapat memindahkan singgasana Ratu Balqis dari negeri saba (yaman) ke palestina sebelum Nabi Sulaiman mengedipkan mata seperti tergambar pada ayat yang berikut ini :
Berkata Sulaiman: “Hai pembesar-pembesar, siapakah di antara kamu sekalian yang sanggup membawa singgasananya kepadaku sebelum mereka datang kepadaku sebagai orang-orang yang berserah diri.”
Berkata ‘Ifrit (yang cerdik) dari golongan jin: “Aku akan datang kepadamu dengan membawa singgsana itu kepadamu sebelum kamu berdiri dari tempat dudukmu; sesungguhnya aku benar-benar kuat untuk membawanya lagi dapat dipercaya.”
Berkatalah seorang yang mempunyai ilmu dari Al Kitab (Taurat dan Zabur): “Aku akan membawa singgasana itu kepadamu sebelum matamu berkedip.” Maka tatkala Sulaiman melihat singgasana itu terletak di hadapannya, iapun berkata: “Ini termasuk kurnia Tuhanku untuk mencoba aku apakah aku bersyukur atau mengingkari (akan nikmat-Nya). Dan barangsiapa yang bersyukur maka sesungguhnya dia bersyukur untuk (kebaikan) dirinya sendiri dan barangsiapa yang ingkar, maka sesungguhnya Tuhanku Maha Kaya lagi Maha Mulia.” (Al Naml 38-40).
.
keempat, Kisah perjalanan Zulkarnaen ke timur yang meniup besi dan tembaga menjadi tembok penghalang pasukan Yajuj dan Majuj seperti tergambar pada ayat berikut :
Mereka berkata: “Hai Dzulkarnain, sesungguhnya Ya’juj dan Ma’juj  itu orang-orang yang membuat kerusakan di muka bumi, maka dapatkah kami memberikan sesuatu pembayaran kepadamu, supaya kamu membuat dinding antara kami dan mereka?”
Dzulkarnain berkata: “Apa yang telah dikuasakan oleh Tuhanku kepadaku terhadapnya adalah lebih baik, maka tolonglah aku dengan kekuatan (manusia dan alat-alat), agar aku membuatkan dinding antara kamu dan mereka,
berilah aku potongan-potongan besi.” Hingga apabila besi itu telah sama rata dengan kedua (puncak) gunung itu, berkatalah Dzulkarnain: “Tiuplah (api itu).” Hingga apabila besi itu sudah menjadi (merah seperti) api, diapun berkata: “Berilah aku tembaga (yang mendidih) agar aku kutuangkan ke atas besi panas itu.”
Maka mereka tidak bisa mendakinya dan mereka tidak bisa (pula) melobanginya
Dzulkarnain berkata: “Ini (dinding) adalah rahmat dari Tuhanku, maka apabila sudah datang janji Tuhanku, Dia akan menjadikannya hancur luluh; dan janji Tuhanku itu adalah benar.” (Al-Kahfi 94-98)

Karomah Sayidina Umar bin Khattab RA
Rosulullah saw bersabda, “Sungguh pada umat terdahulu terdapat muhaddatsun, yakni orang-orang yg berbicara dengan Tuhan. Jika salah seorang mereka ada pada umatku, maka tentu Umar bin al-Khattab”.
ALLAH telah memberikan al-firasah kepada al-muhaddats (seorang Wali mitra dialog ALLAH) karena hijab diantara Wali dg ALLAH sudah terangkat, Firasat seperti inilah yang dialami oleh Umar bin Khattab ketika beliau berdasar ilham berbicara dimimbar di madinah (sedang ceramah di masjid nabawi), memberikan perintah kepada Sariyah ibn Zunaym, panglima tentaranya (yg pada saat itu sedang berperang dan tentaranya kocar-kacir terkepung pasukan kafir di Irak/persia). Umar bin Khattab berkata (berteriak) : “Wahai Sariyah ibn Zunaym, diatas bukit! diatas bukit!”. Para tentara (muslimin) yg sedang berperang di Irak itu mendengar perintah Umar bin Khattab, padahal mereka berada di tempat yg sangat jauh dalam jarak perjalanan satu bulan dari madinah. Mereka (pasukan muslimin) kemudian menuju ke atas bukit itu dan memperoleh kemenangan atas musuh, berkat pertolongan ALLAH melalui perintah Umar bin Khattab ra tersebut”


KHA Shahibulwafa Tadjul Arifin atau Abah Anom, dan masih banyak lagi wali di jaman Moderen  dalam pandangan murit-muritnya diyakini sebagai seorang wali. Mereka meyakini bahwa Abah Anom telah meraih derajad kewalian karena memiliki karamat atau kemampuan supranatural yang menakjubkan. Menurut KH Zainal Abidin Aminullah, keramat/karomah Abah Anom sudah tidak terhitung lagi. Salah satunya, ketika seorang murid membawa sebotol air ke hadapan Abah Anom untuk diberi doa gunu kesembuhan seorang yang sakit, murit itu merasa kecawa karena Abah ANom tidak membaca sepotong doa pun pada botol air itu. Abah Anom hanya menyentuhnya dengan telunjuk. Lalu murid itu membuangnya pada sebuah kolam ikan, tiba-tiba ikan dikolam itu mati.
KH Muhammad Kholil Bangkalan (1835-1925) sejak muda telah memiliki karomah. Ketika belajar di pesantren Langitan, Tuban, Kholil pernah membuat terpana KH Muhammad Noer, gurunya. Suatu hari ketika shalat berjamaah yang diimami Kiai Noer, Kholil tertawa terbahak-bahak. Alasannya, ia melihat Kiai Noer sedang mengaduk-aduk nasi di bakul. Kiai Noer mengakuio pada waktu shalat ia sedang lapar sehingga terus membayangkan nasi dibenaknya.
Gus Dur, Menurut kesaksian Arifin Junaedi, mantan sekretaris KH Abdurrahman Wahid 1989-1994, ada beberapa kejadian aneh yang menjadi tanda bahwa Gus Dur seorang Wali. Pertama, ketika sedang tahlil di makam seorang Wali di jawa tengah tiba-tiba tercium bau kembang melati. Kelambu makam itu pun tergerak-gerak seperti tertiup angin. Padahal makam itu tertutup rapat. Selesai tahlil, Gus Dur ngomong sendiri seperti seperti berdialog dalam bahasa jawa kromo inggil bercampur bahasa arab. Ketika ditanya, Gus Dur mengaku bahwa ia baru saja berdialog dengan wali itu.
Terhadap mereka (wali-wali Allah) terkadang tampak karamah dan kadang tidak tampak.

Wednesday, March 21, 2012

Ajaran Sunan Kalijaga / Raden SAHID

Banyak pelajaran yang bisa kita ambil dari pengalaman hidup, baik itu pengalaman hidup pribadi maupun orang lain. Orang Jawa menyebut belajar pada pengalaman orang lain itu sebagai “kaca benggala”. Nah, kini kita belajar pada pengalaman dari Kanjeng Sunan Kalijaga. Ketika itu, Kanjeng Sunan Kalijaga yang juga dijuluki Syech Malaka berniat hendak pergi ke Mekkah. Tetapi, niatnya itu akhirnya dihadang Nabi Khidir. Nabi Khidir berpesan hendaknya Kanjeng Sunan Kalijaga mengurungkan niatnya untuk pergi ke Mekkah, sebab ada hal yang lebih penting untuk dilakukan yakni kembali ke pulau Jawa. Kalau tidak, maka penduduk pulau Jawa akan kembali kafir. Bagaimana wejangan dari Nabi Khidir pada Kanjeng Sunan Kalijaga? Hal itu tercetus lewat Suluk Linglung Sunan Kalijaga. Inilah kutipan wejangannya:

Birahi ananireku,
aranira Allah jati.
Tanana kalih tetiga,
sapa wruha yen wus dadi,
ingsun weruh pesti nora,
ngarani namanireki


Timbullah hasrat kehendak Allah menjadikan terwujudnya dirimu; dengan adanya wujud dirimu menunjukkan akan adanya Allah dengan sesungguhnya; Allah itu tidak mungkin ada dua apalagi tiga. Siapa yang mengetahui asal muasal kejadian dirinya, saya berani memastikan bahwa orang itu tidak akan membanggakan dirinya sendiri.

Sipat jamal ta puniku,
ingkang kinen angarani,
pepakane ana ika,
akon ngarani puniki,
iya Allah angandika,
mring Muhammad kang kekasih.


Adapun sifat jamal (sifat terpuji/bagus) itu ialah, sifat yang selalu berusaha menyebutkan, bahwa pada dasarnya adanya dirinya, karena ada yang mewujudkan adanya. Demikianlah yang difirmankan Allah kepada Nabi Muhammad yang menjadi Kekasih-Nya.


Yen tanana sira iku,
ingsun tanana ngarani,
mung sira ngarani ing wang,
dene tunggal lan sireki iya Ingsun iya sira,
aranira aran mami.


Kalau tidak ada dirimu, Allah tidak dikenal/disebut-sebut; Hanya dengan sebab ada kamulah yang menyebutkan keberadaan-Ku; Sehingga kelihatan seolah-olah satu dengan dirimu. Adanya AKU, Allah, menjadikan dirimu. Wujudmu menunjukkan adanya Dzatku.


Tauhid hidayat sireku,
tunggal lawan Sang Hyang Widhi,
tunggal sira lawan Allah,
uga donya uga akhir,
ya rumangsana pangeran,
ya ALLOH ana nireki.

Tauhid hidayah yang sudah ada padamu, menyatu dengan Tuhan. Menyatu dengan Allah, baik di dunia maupun di akherat. Dan kamu merasa bahwa Allah itu ada dalam dirimu.


Ruh idhofi neng sireku,
makrifat ya den arani,
uripe ingaranan Syahdat,
urip tunggil jroning urip sujud rukuk pangasonya,
rukuk pamore Hyang Widhi.

Ruh idhofi ada dalam dirimu. Makrifat sebutannya. Hidupnya disebut Syahadat (kesaksian), hidup tunggal dalam hidup. Sujud rukuk sebagai penghiasnya. Rukuk berarti dekat dengan Tuhan pilihan.

Sekarat tananamu nyamur,
ja melu yen sira wedi,
lan ja melu-melu Allah,
iku aran sakaratil,
ruh idhofi mati tannana,
urip mati mati urip.

Penderitaan yang selalu menyertai menjelang ajal (sekarat) tidak terjadi padamu. Jangan takut menghadapi sakratulmaut, dan jangan ikut-ikutan takut menjelang pertemuanmu dengan Allah. Perasaan takut itulah yang disebut dengan sekarat. Ruh idhofi tak akan mati; Hidup mati, mati hidup.

Liring mati sajroning ngahurip,
iya urip sajtoning pejah,
urip bae selawase,
kang mati nepsu iku,
badan dhohir ingkang nglakoni,
katampan badan kang nyata,
pamore sawujud, pagene ngrasa matiya,
Syekh Malaya (Sunan Kalijogo) den padhang sira nampani,
Wahyu prapta nugraha.

Mati di dalam kehidupan. Atau sama dengan hidup dalam kematian. Ialah hidup abadi. Yang mati itu nafsunya. Lahiriah badan yang menjalani mati. Tertimpa pada jasad yang sebenarnya. Kenyataannya satu wujud. Raga sirna, sukma mukhsa. Jelasnya mengalami kematian! Syeh Malaya (S.Kalijaga), terimalah hal ini sebagai ajaranku dengan hatimu yang lapang. Anugerah berupa wahyu akan datang padamu.

Dari wejangan tersebut kita bisa lebih mengenal GUSTI ALLAH dan seharusnya manusia tidak takut untuk menghadapi kematian. Disamping itu juga terdapat wejangan tentang bagaimana seharusnya semedi yang disebut “mati sajroning ngahurip” dan bagaimana dalam menjalani kehidupan di dunia ini

Tuesday, March 20, 2012

Pembahasan Thoriqoh Sadziliyah

Sebagai seorang muslim, saya ingin mengerjakan ibadah dengan khusyuk, agar lebih dekat lagi dengan Allah (Swt). Tetapi saya sangat sulit untuk mendapatkan kekhusyukan. Terutama ketika menunaikan shalat fardu. Kemudian saya membaca majalah. Pada sebuah rubrik Konsultasi Spiritual itu, ada pertanyaan salah seorang bahwa ada tarekat yang ringan yaitu tarekat Sadziliyah.Keterangan dari pembimbing Saya berdoa, semoga keinginan Anda dapat segera terlaksana dengan baik, secepat mungkin. Sebelumnya patut Anda pahami, tujuan tarekat adalah menjaga agar hati tetap bersih. Terhindar dari sifat lalai kepada Allah dan RasulNya. Karena lalai pada Allah dan Rasul-Nya menyebabkan tumbuhnya sifat tak terpuji. Yaitu, sifat yang tidak dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya, seperti riya' (gemar pamer), sombong, dengki dan sebagainya.

Sifat-sifat itu menyebabkan kesukaran menemukan kekhusyukan. Sedangkan kekhusyukan itu munculnya dari hati. Bagaimana cara menemukan kekhusyukan adalah bagaimana menumbuhkan perasaan bahwa ibadah kita tengah didengar dan dilihat oleh Allah. Itulah rahasia pertama kunci kekhusyukan. Yaitu munculnya rasa didengar dan merasa dilihat oleh Allah (Swt).

Untuk menumbuhkan itu, mari kita belajar memoles hati, mengukir hati dengan kalimah jalallah yaitu kalimat La ilaha illallah. Insya Allah akan menumbuhkan kekhusyukan karena kita akan merasa selalu dilihat dan didengar oleh Yang Maha Esa. Apabila sudah tumbuh perasaan selalu didengar dan dilihat oleh Allah, niscaya keinginan melakukan sesuatu yang merugikan agama, diri dan bangsanya, dapat dikekang, seiring dengan tumbuhnya rasa malu terhadap Allah (Swt).
Saya berharap, Anda segera memilih dan masuk salah satu tarekat. Ada beberapa yang bisa dipilih. Tarekat Sadziliyah memang terkenal ringan. Syattariah juga ringan, Alawiyah juga ada. Semua tidak terlepas dari tuntunan Nabi Muhammad (saw).

Cobalah Anda cari di sekitar Anda. Barangkali ada murid Abuya Dimyati Pandeglang bisa menuntun, atau mungkin, ada yang bisa mewarisi tarekatnya. Atau juga ada orang-orang di sekitarnya yang mungkin sudah mendapat izin untuk membaiat dan mengijazahi pengikut tarekat Sadziliyah. Mohon maaf, saya tidak dapat membantu seperti keinginan Saudara, untuk memberikan ijazah. Yang namanya tarekat, tidak bisa hanya melalui surat atau hanya mengijazahi melalui surat. Sebab ada ikatannya, seperti Rasulullah membaiat para sahabat.

Melihat Rosaknya Ulama Akhir Zaman

Rasulullah SAW ada bersabda:
Maksudnya: "Di akhir zaman ramai "ulama suk (jahat)."
Ulama suk ialah ulama yang jahat atau ulama yang sudah rosak. Oleh sebab ini adalah sabda Rasulullah yang benar lagi dibenarkan, maka ia sudah tentu sesuatu yang pasti. Mari kita lihat dan kita analisa, sejauh manakah jahatnya atau rosaknya ulama di akhir zaman ini.

1. Cinta dunia

Ramai ulama akhir zaman yang menghidap penyakit ini. Rosaknya ulama bermula dari cintakan dunia. Cinta dunia adalah ibunya. Ia kepala segala kejahatan. Ia pintu kejahatan yang membuka kepada kejahatan yang lebih banyak dan lebih besar lagi. Cinta dunia ini bolehlah diterjemahkan kepada cinta duit, harta dan kekayaan, cintakan kuasa, pangkat dan jawatan dan cintakan nama, pujian, gelaran, glamour dan macam-macam lagi.
Bila cinta dunia telah mencengkam hati, maka sukar bagi ulama untuk bertindak dan beramal mengikut ilmu yang ada padanya secara tekun dan ikhlas. Apa pun yang dia buat atau hukum yang dikeluarkan, sentiasa ada maksud lain. Sentiasa ada udang di sebalik batu. Ada kepentingan dan untung untuk diri sendiri atau untuk kelompoknya.
Cinta dunia membuatkan ulama takut untuk menyatakan kebenaran. Takut untuk menegur kemungkaran kerana takuti kepentingan dunianya terjejas. Maka jadilah mereka 'syaitan bisu'. Maksiat yang berlaku di depan mata mereka pun, mereka diamkan. Umat yang jahil pula mulalah meringan-ringankan maksiat kerana menganggap telah direstui oleh ulama secara tidak rasmi (kerana ulama mendiamkannya).

2. Ilmu yang tidak global

Ini adalah kerosakan yang kedua. Ilmu yang ada pada ulama tidak menyeluruh dan tidak global. Ilmu mereka juga tidak cukup dan tidak berterusan. Bila sampai pada satu tahap, ilmu mereka tidak bertambah kerana mereka berhenti belajar.
Ini kerana ulama menerima ilmu mengikut susunan dan sukatan yang dicipta oleh Yahudi dan Barat. Ulama diajar dan menerima pengajaran ikut sepertimana Yahudi dan Barat mahu. Ada ilmu yang diajar, ada yang tidak. Ilmu itu pula dijuruskan ke dalam bidang-bidang yang khusus dan tertentu. Ada ilmu yang diketengahkan dan ada yang disorok. Malahan ada ilmu Islam yang terus diselewengkan.
Oleh itu ilmu yang ada pada ulama jadi sangat kurang, singkat, dicatu-catu dan disukat-sukat. Kerana itu peranan ulama tidak berkesan. Ulama tidak cukup ilmu untuk menyelesaikan masalah masyarakat. Yang di bidang tasawuf tidak tahu menyelesaikan masalah aqidah umat. Yang di bidang syariat tidak tahu menyelesaikan masalah ekonomi. Yang di bidang usulud-din tidak tahu menangani masalah keruntuhan moral muda mudi dan gejala sosial. Yang belajar ilmu wahyu pula tidak tahu bagaimana hendak menyatupadukan umat. Begitulah seterusnya. Jadi banyak ulama pun macam tidak ada ulama. Masyarakat terus rosak tanpa pimpinan. Liciknya tipu daya Yahudi.
Tambahan pada itu, ulama mencari ilmu untuk dapat kerja dan jawatan. Apabila sudah dapat kerja, terus berhenti belajar. Sudah dapat sijil terus berhenti mengaji.
Ulama dahulu mengaji tidak berhenti-henti sebab ilmu tidak pernah habis. Tidak ada siapa yang bagi sijil. Belajar pula bermacam-macam ilmu. Yang ahli dalam bidang tasawuf, dia juga pakar astronomi. Yang ahli dalam bidang syariat, dia juga pakar perubatan. Yang ahli dalam bidang tauhid, dia juga pakar dalam matematik, pertanian dan sebagainya.

3. Sudah tidak mewarisi nabi

Rasulullah SAW ada bersabda:
Maksudnya: "Ulama itu pewaris nabi."
Ertinya ulama itu mewarisi segala apa yang ada pada nabi, baik ilmunya, ibadahnya, akhlaknya (termasuk sikap, percakapan, pergaulan, tawadhuknya) dan lain-lain lagi.
Jelas bahawa ulama akhir zaman tidak lagi mewarisi apa yang ada pada nabi. Mereka hilang wibawa dan karisma. Mereka tidak jadi contoh dan ikutan kepada rakyat dan mereka tidak dapat mengikat dan menyatupadukan umat.

4. Ulama sudah dimiliki

Sepatutnya ulama menjadi hak umum dan hak masyarakat, bergerak dan berkecimpung di kalangan seluruh umat. Ulama sebenarnya tidak berpihak, tidak mewakili dan tidak dimiliki oleh mana-mana kumpulan atau puak.
Di akhir zaman ini, ulama sudah jadi hak parti politik, hak kerajaan dan lain-lain lagi. Ada kes ulama dimiliki dan dibeli oleh orang Kristian dan membuat kerja untuk gereja. Ulama-ulama ini buat fatwa dan hukum ikut kehendak dan kepen tingan tuan-tuan mereka demi untuk memenuhi kepentingan duniawi mereka.

5. Perjuangan ulama yang hak dihasad dengki

Kalau ada ulama yang memperjuangkan yang benar dan yang hak, ulama akhir zaman akan merasa hasad dan dengki Terutama kalau ulama yang hak itu terlalu menonjol, ada jemaah, ada pengikut dan mendapat perhatian dan sokongan masyarakat. Mereka takut pengaruh mereka hilang dan takut tersingkap segala kesalahan dan kelemahan mereka. Mereka akan memburuk-burukkan perjuangan ulama yang hak itu di media-media massa. Mereka akan meminta kerajaan supaya mengharamkan atau membataskan kegiatan ulama yang hak itu.

6. Kejumudan dan liberalisme

Hasil pengajian di pondok dan pesantren, ulama menjadi jumud dan beku. Mereka hanya mementingkan ibadah dan ritual Manusia tidak tertarik dengan mereka kerana manusia ingin maju.
Ada pula ulama dari aliran pengajian moden di universiti yang sangat menganjurkan kemajuan tetapi mengikut cara dan acuan Barat. Maka timbullah fahaman Islam liberal yakni asalkan maju semuanya boleh. Asalkan maju semuanya tidak apa. Riba tidak apa. Bergaul bebas pun tidak apa. Yang penting maju. Cara berfikir ulama yang seperti ini sudah rosak dan tercemar. Kaedah dan hukum-hakam Islam ditolak ke tepi atau diringan-ringankan atas nama kemajuan dan kemodenan.

7. Kesan dari dimiliki, jumud dan liberal

Kerana ulama sudah dimiliki, jumud dan liberal, sunnah Rasulullah yang besar-besar seperti membangunkan jemaah sudah ditinggalkan. Jemaah itu disalah-ertikan dengan parti politik. Maka ulama seperti ini pun memasuki parti politik
seolah-olah dia memasuki sebuah jemaah Islam. Yang jumud, kerana tidak tahu macam mana hendak membangunkan jemaah turut juga masuk parti polirik kerana itu yang termudah. Yang liberal lagi-lagilah. Mereka ini apa pun boleh. Buat apa susah-susah membangunkan jemaah. Masuk parti politik itu bagi mereka adalah jalan pintas.
Oleh itu ulama seperti ini dimiliki dan digunakan oleh parti-parti politik. Suara mereka disesuaikan dengan kehendak dan keperluan parti dan kerajaan. Mereka sudah tidak bersuara lagi dengan suara Islam dan suara kebenaran.

8. Bekerja untuk dapat duit

Ramai ulama di akhir zaman ini yang bekerja di bidang agama untuk dapat duit. Mereka buat bisnes dan perniagaan dalam bidang agama. Mereka berdakwah dan bergerak sendiri, buat ceramah dengan bayaran yang tertentu. Mereka buka sekolah agama sebagai bisnes untuk dapat untung. Ada juga yang buat program yang ditaja oleh syarikat rokok dan sebagainya.
Ulama seperti ini sibuk mengejar dunia dan mengumpulkan kekayaan. Ada yang baca khutbah pun hendakkan bayaran.
Ini semua sudah cukup untuk merosakkan Islam. Orang-orang Islam jadi bingung. Walhal ulama itu sepatutnya menjadi pagar atau benteng untuk menjaga supaya Islam tidak rosak. Tetapi mereka sendiri yang merosakkan Islam. Rasulullah SAW ada bersabda:
Maksudnya: "Ada dua golongan. Kalau baik golongan itu, maka baiklah umat. Kalau rosak golongan itu, maka rosoklah umat. laitu ulama dan umara."

Monday, March 19, 2012

Biografi SYECH MUHAMMAD ABDUL MALIK BIN ILYAS

 Biografi SYECH MUHAMMAD ABDUL MALIK BIN ILYAS Ulama yang di segani di daerah Kebumen Provinsi Jawa tengah ,
Syaikh Abdul Malik semasa hidupnya memegang dua thariqah besar (sebagai mursyid) yaitu: Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah dan Thariqah Asy-Syadziliyah. Sanad thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah telah ia peroleh secara langsung dari ayah beliau yakni Syaikh Muhammad Ilyas, sedangkan sanad Thariqah Asy-Sadziliyah diperolehnya dari As-Sayyid Ahmad An-Nahrawi Al-Makki (Mekkah).
Dalam hidupnya, Syaikh Abdul Malik memiliki dua amalan wirid utama dan sangat besar, yaitu membaca Al-Qur’an dan Shalawat. Beliau tak kurang membaca shalwat sebanyak 16.000 kali dalam setiap harinya dan sekali menghatamkan Al-Qur’an. Adapun shalawat yang diamalkan adalah shalawat Nabi Khidir AS atau lebih sering disebut shalawat rahmat, yakni “Shallallah ‘ala Muhammad.” Dan itu adalah shalawat yang sering beliau ijazahkan kepada para tamu dan murid beliau. Adapun shalawat-shalawat yang lain, seperti shalawat Al-Fatih, Al-Anwar dan lain-lain.
Beliau juga dikenal sebagai ulama yang mempunyai kepribadian yang sabar, zuhud, tawadhu dan sifat-sifat kemuliaan yang menunjukan ketinggian dari akhlaq yang melekat pada diri beliau. Sehingga amat wajarlah bila masyarakat Banyumas dan sekitarnya sangat mencintai dan menghormatinya.
Beliau disamping dikenal memiliki hubungan yang baik dengan para ulama besar umumnya, Syaikh Abdul Malik mempunyai hubungan yang sangat erat dengan ulama dan habaib yang dianggap oleh banyak orang telah mencapai derajat waliyullah, seperti Habib Soleh bin Muhsin Al-Hamid (Tanggul, Jember), Habib Ahmad Bilfaqih (Yogyakarta), Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Probolinggo), KH Hasan Mangli (Magelang), Habib Hamid bin Yahya (Sokaraja, Banyumas) dan lain-lain.
Diceritakan, saat Habib Soleh Tanggul pergi ke Pekalongan untuk menghadiri sebuah haul. Selesai acara haul, Habib Soleh berkata kepada para jamaah,”Apakah kalian tahu, siapakah gerangan orang yang akan datang kemari? Dia adalah salah seorang pembesar kaum ‘arifin di tanah Jawa.” Tidak lama kemudian datanglah Syaik Abdul Malik dan jamaah pun terkejut melihatnya.
Hal yang sama juga dikatakan oleh Habib Husein bin Hadi Al-Hamid (Brani, Kraksaan, Probolinggo) bahwa ketika Syaikh Abdul Malik berkunjung ke rumahnya bersama rombongan, Habib Husein berkata, ”Aku harus di pintu karena aku mau menyambut salah satu pembesar Wali Allah.”
Asy-Syaikh Abdul Malik lahir di Kedung Paruk, Purwokerto, pada hari Jum’at 3 Rajab 1294 H (1881). Nama kecilnya adalah Muhammad Ash’ad sedang nama Abdul Malik diperoleh dari ayahnya, KH Muhammad Ilyas ketika ia menunaikan ibadah haji bersamanya. Sejak kecil Asy-Syaikh Abdul Malik telah memperoleh pengasuhan dan pendidikan secara langsung dari kedua orang tuanya dan saudara-saudaranya yang ada di Sokaraja, Banyumas terutama dengan KH Muhammad Affandi.
Setelah belajar Al-Qur’an dengan ayahnya, Asy-Syaikh kemudian mendalami kembali Al-Qur’an kepada KH Abu Bakar bin H Yahya Ngasinan (Kebasen, Banyumas). Pada tahun 1312 H, ketika Syaikh Abdul Malik sudah menginjak usia dewasa, oleh sang ayah, ia dikirim ke Mekkah untuk menimba ilmu agama. Di sana ia mempelajari berbagai disiplin ilmu agama diantaranya ilmu Al-Qur’an, tafsir, Ulumul Qur’an, Hadits, Fiqh, Tasawuf dan lain-lain. Asy-Syaikh belajar di Tanah suci dalam waktu yang cukup lama, kurang lebih selama limabelas tahun.
Dalam ilmu Al-Qur’an, khususnya ilmu Tafsir dan Ulumul Qur’an, ia berguru kepada Sayid Umar Asy-Syatha’ dan Sayid Muhammad Syatha’ (putra penulis kitab I’anatuth Thalibin hasyiyah Fathul Mu’in). Dalam ilmu hadits, ia berguru Sayid Tha bin Yahya Al-Magribi (ulama Hadramaut yang tinggal di Mekkah), Sayid Alwi bin Shalih bin Aqil bin Yahya, Sayid Muhsin Al-Musawwa, Asy-Syaikh Muhammad Mahfudz bin Abdullah At-Tirmisi. Dalam bidang ilmu syariah dan thariqah alawiyah ia berguru pada Habib Ahmad Fad’aq, Habib Aththas Abu Bakar Al-Attas, Habib Muhammad bin Idrus Al-Habsyi (Surabaya), Habib Abdullah bin Muhsin Al-Attas (Bogor), Kyai Soleh Darat (Semarang).
Sementara itu, guru-gurunya di Madinah adalah Sayid Ahmad bin Muhammad Amin Ridwan, Sayid Abbas bin Muhammad Amin Raidwan, Sayid Abbas Al Maliki Al-Hasani (kakek Sayid Muhammad bin Alwi Al Maliki Al-Hasani), Sayid Ahmad An-Nahrawi Al Makki, Sayid Ali Ridha.
Setelah sekian tahun menimba ilmu di Tanah Suci, sekitar tahun 1327 H, Asy-Syaikh Abdul Malik pulang ke kampung halaman untuk berkhidmat kepada keduaorang tuanya yang saat itu sudah sepuh (berusia lanjut). Kemudian pada tahun 1333 H, sang ayah, Asy Syaikh Muhammad Ilyas berpulang ke Rahmatullah.
Sesudah sang ayah wafat, Asy-Syaikh Abdul Malik kemudian mengembara ke berbagai daerah di Pulau Jawa guna menambah wawasan dan pengetahuan dengan berjalan kaki. Ia pulang ke rumah tepat pada hari ke- 100 dari hari wafat sang ayah, dan saat itu umur Asy Syaikh berusia tiga puluh tahun.
Sepulang dari pengembaraan, Asy-Syaikh tidak tinggal lagi di Sokaraja, tetapi menetap di Kedung Paruk bersama ibundanya, Nyai Zainab. Perlu diketahui, Asy-Syaikh Abdul Malik sering sekali membawa jemaah haji Indonesia asal Banyumas dengan menjadi pembimbing dan syaikh. Mereka bekerjasama dengan Asy-Syaikh Mathar Mekkah, dan aktivitas itu dilakukan dalam rentang waktu yang cukup lama.
Sehingga wajarlah kalau selama menetap di Mekkah, ia memperdalam lagi ilmu-ilmu agama dengan para ulama dan syaikh yang ada di sana. Berkat keluasan dan kedalaman ilmunya, Syaikh Abdul Malik pernah memperoleh dua anugrah yakni pernah diangkat menjadi Wakil Mufti Madzab Syafi’i di Mekkah dan juga diberi kesempatan untuk mengajar. Pemerintah Saudi sendiri sempat memberikan hadiah berupa sebuah rumah tinggal yang terletak di sekitar Masjidil Haram atau tepatnya di dekat Jabal Qubes. Anugrah yang sangat agung ini diberikan oleh Pemerintah Saudi hanya kepada para ulama yang telah memperoleh gelar Al-‘Allamah.
Syaikh Ma’shum (Lasem, Rembang) setiap berkunjung ke Purwokerto, seringkali menyempatkan diri singgah di rumah Asy-Syaikh Abdul Malik dan mengaji kitab Ibnu Aqil Syarah Alfiyah Ibnu Malik secara tabarrukan (meminta barakah) kepada Asy-Syaikh Abdul Malik. Demikian pula dengan Mbah Dimyathi (Comal, Pemalang), KH Khalil (Sirampog, Brebes), KH Anshori (Linggapura, Brebes), KH Nuh (Pageraji, Banyumas) yang merupakan kiai-kiai yang hafal Al-Qur’an, mereka kerap sekali belajar ilmu Al-Qur’an kepada Syaikh Abdul Malik.
Kehidupan Syaikh Abdul Malik sangat sederhana, di samping itu ia juga sangat santun dan ramah kepada siapa saja. Beliau juga gemar sekali melakukan silaturrahiem kepada murid-muridnya yang miskin. Baik mereka yang tinggal di Kedung Paruk maupun di desa-desa sekitarnya seperti Ledug, Pliken, Sokaraja, dukuhwaluh, Bojong dan lain-lain.
Hampir setiap hari Selasa pagi, dengan kendaraan sepeda, naik becak atau dokar, Syaikh Abdul Malik mengunjungi murid-muridnya untuk membagi-bagikan beras, uang dan terkadang pakaian sambil mengingatkan kepada mereka untuk datang pada acara pengajian Selasanan (Forum silaturrahiem para pengikut Thariqah An-Naqsyabandiyah Al-Khalidiyah Kedung paruk yang diadakan setiap hari Selasa dan diisi dengan pengajian dan tawajjuhan).
Murid-murid dari Syaikh Abdul Malik diantaranya KH Abdul Qadir, Kiai Sa’id, KH Muhammad Ilyas Noor (mursyid Thariqah An-Naqsabandiyah Al-Khalidiyah sekarang), KH Sahlan (Pekalongan), Drs Ali Abu Bakar Bashalah (Yogyakarta), KH Hisyam Zaini (Jakarta), Habib Muhammad Luthfi bin Ali bin Yahya (Pekalongan), KH Ma’shum (Purwokerto) dan lain-lain.
Sebagaimana diungkapkan oleh murid beliau, yakni Habib Luthfi bin Yahya, Syaikh Abdul Malik tidak pernah menulis satu karya pun. “Karya-karya Al-Alamah Syaikh Abdul Malik adalah karya-karya yang dapat berjalan, yakni murid-murid beliau, baik dari kalangan kyai, ulama maupun shalihin.”
Diantara warisan beliau yang sampai sekarang masih menjadi amalan yang dibaca bagi para pengikut thariqah adalah buku kumpulan shalawat yang beliau himpun sendiri, yaitu Al-Miftah al-Maqashid li-ahli at-Tauhid fi ash-Shalah ‘ala babillah al-Hamid al-majid Sayyidina Muhammad al-Fatih li-jami’i asy-Syada’id.”
Shalawat ini diperolehnya di Madinah dari Sayyid Ahmad bin Muhammad Ridhwani Al-Madani. Konon, shalawat ini memiliki manfaat yang sangat banyak, diantaranya bila dibaca, maka pahalanya sama seperti membaca kitab Dala’ilu al-Khairat sebanyak seratus sepuluh kali, dapat digunakan untuk menolak bencana dan dijauhkan dari siksa neraka.
Syaikh Abdul Malik wafat pada hari Kamis, 2 Jumadil Akhir 1400 H (17 April 1980) dan dimakamkan keesokan harinya lepas shalat Ashar di belakang masjid Baha’ul Haq wa Dhiya’uddin, Kedung Paruk Purwokerto.

Perjalanan Nabi KHIDIR AS,mengajari muridnya

Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada muridnya: “Aku tidak akan berhenti (berjalan) sebelum sampai ke pertemuan dua buah lautan; atau aku akan berjalan sampai bertahun-tahun”. Maka tatkala mereka sampai ke pertemuan dua buah laut itu, mereka lalai akan ikannya, lalu ikan itu melompat mengambil jalannya ke laut itu. Maka tatkala mereka berjalan lebih jauh, berkatalah Musa kepada muridnya: “Bawalah ke mari makanan kita; sesungguhnya kita telah merasa letih karena perjalanan kita ini”.
Muridnya menjawab: “Tahukah kamu tatkala kita mencari tempat berlindung di batu tadi, maka sesungguhnya aku lupa (menceritakan tentang) ikan itu dan tidak adalah yang melupakan aku untuk menceritakannya kecuali setan dan ikan itu mengambil jalannya ke laut dengan cara yang aneh sekali.” Musa berkata: “Itulah (tempat) yang kita cari”.
Lalu keduanya kembali, mengikuti jejak mereka semula. Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba Kami, yang telah Kami berikan kepadanya rahmat dari sisi Kami, dan yang telah Kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami. Musa berkata kepada Khidir: “Bolehkah aku mengikutimu supaya kamu mengajarkan kepadaku ilmu yang benar di antara ilmu-ilmu yang telah diajarkan kepadamu?”
Dia menjawab: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sanggup sabar bersamaku. Dan bagaimana kamu dapat sabar atas sesuatu, yang kamu belum mempunyai pengetahuan yang cukup tentang hal itu?” Musa berkata: “Insya Allah kamu akan mendapati aku sebagai seorang yang sabar, dan aku tidak akan menentangmu dalam sesuatu urusan pun”. Dia berkata: “Jika kamu mengikutiku, maka janganlah kamu menanyakan kepadaku tentang sesuatu apa pun, sampai aku sendiri menerangkannya kepadamu”.
Maka berjalanlah keduanya, hingga tatkala keduanya menaiki perahu lalu Khidir melobanginya. Musa berkata: “Mengapa kamu melobangi perahu itu yang akibatnya kamu menenggelamkan penumpangnya?” Sesungguhnya kamu telah berbuat sesuatu kesalahan yang besar. Dia (Khidir) berkata: “Bukankah aku telah berkata: “Sesungguhnya kamu sekali-kali tidak akan sabar bersama dengan aku”
Musa berkata: “Janganlah kamu menghukum aku karena kelupaanku dan janganlah kamu membebani aku dengan sesuatu kesulitan dalam urusanku”. Maka berjalanlah keduanya; hingga tatkala keduanya berjumpa dengan seorang anak, maka Khidir membunuhnya. Musa berkata: “Mengapa kamu bunuh jiwa yang bersih, bukan karena dia membunuh orang lain? Sesungguhnya kamu telah melakukan suatu yang mungkar”. Khidir berkata: “Bukankah sudah kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya kamu tidak akan dapat sabar bersamaku?”
Musa berkata: “Jika aku bertanya kepadamu tentang sesuatu sesudah (kali) ini, maka janganlah kamu memperbolehkan aku menyertaimu, sesungguhnya kamu sudah cukup memberikan uzur padaku”.
Maka keduanya berjalan; hingga tatkala keduanya sampai kepada penduduk suatu negeri, mereka minta dijamu kepada penduduk negeri itu tetapi penduduk negeri itu tidak mau menjamu mereka, kemudian keduanya mendapatkan dalam negeri itu dinding rumah yang hampir roboh, maka Khidir menegakkan dinding itu. Musa berkata: “Jikalau kamu mau, niscaya kamu mengambil upah untuk itu”. Khidir berkata: “Inilah perpisahan antara aku dengan kamu; Aku akan memberitahukan kepadamu tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya.
Adapun bahtera itu adalah kepunyaan orang-orang miskin yang bekerja di laut, dan aku bertujuan merusakkan bahtera itu, karena di hadapan mereka ada seorang raja yang merampas tiap-tiap bahtera. Dan adapun anak itu maka kedua orang tuanya adalah orang-orang mukmin, dan kami khawatir bahwa dia akan mendorong kedua orang tuanya itu kepada kesesatan dan kekafiran. Dan kami menghendaki, supaya Tuhan mereka mengganti bagi mereka dengan anak lain yang lebih baik kesuciannya dari anaknya itu dan lebih dalam kasih sayangnya (kepada ibu bapaknya).
Adapun dinding rumah itu adalah kepunyaan dua orang anak yatim di kota itu, dan di bawahnya ada harta benda simpanan bagi mereka berdua, sedang ayahnya adalah seorang yang saleh, maka Tuhanmu menghendaki agar supaya mereka sampai kepada kedewasaannya dan mengeluarkan simpanannya itu, sebagai rahmat dari Tuhanmu; dan bukanlah aku melakukannya itu menurut kemauanku sendiri. Demikian itu adalah tujuan perbuatan-perbuatan yang kamu tidak dapat sabar terhadapnya”.
Itulah kisah perjalanan Musa AS bersama Khidir AS. Itulah dia Ilmu yang diajarkan Allah kepada Khaidir AS yang di sebalik Hitam dan Putih.

Friday, March 16, 2012

Syekh Jumadil Kubro ,Maulana Malik Ibrahim ,Walisongo

Ada dua pendapat mengenai sejarah riwayat Syekh Jumadil Qubro ini, berikut adalah pendapat pertama :

Syekh Jumadil Kubro adalah tokoh yang sering disebutkan dalam berbagai babad dan cerita rakyat sebagai salah seorang pelopor penyebaran Islam di tanah Jawa. Ia umumnya dianggap bukan keturunan Jawa, melainkan berasal dari Asia Tengah. Terdapat beberapa versi babad yang meyakini bahwa ia adalah keturunan ke-10 dari Husain bin Ali, yaitu cucu Nabi Muhammad SAW. Sedangkan Martin van Bruinessen (1994) menyatakan bahwa ia adalah tokoh yang sama dengan Jamaluddin Akbar (lihat keterangan Syekh Maulana Akbar di bawah).


Sebagian babad berpendapat bahwa Syekh Jumadil Kubro memiliki dua anak, yaitu Maulana Malik Ibrahim (Sunan Gresik) dan Maulana Ishaq, yang bersama-sama dengannya datang ke pulau Jawa. Syekh Jumadil Kubro kemudian tetap di Jawa, Maulana Malik Ibrahim ke Champa, dan adiknya Maulana Ishaq mengislamkan Samudera Pasai. Dengan demikian, beberapa Walisongo yaitu Sunan Ampel (Raden Rahmat) dan Sunan Giri (Raden Paku) adalah cucunya; sedangkan Sunan Bonang, Sunan Drajad dan Sunan Kudus adalah cicitnya. Hal tersebut menyebabkan adanya pendapat yang mengatakan bahwa para Walisongo merupakan keturunan etnis Uzbek yang dominan di Asia Tengah, selain kemungkinan lainnya yaitu etnis Persia, Gujarat, ataupun Hadramaut.

Wednesday, March 14, 2012

Perjalanan Sufi ,Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Rasulullah SAW

Bismillahirrohmaanirrohiim
perhatian; bagaimana ia mengambil air sendiri dengan berjalan jauh sampai membekas di dadanya; dan bagaimana ia menginap di rumah Rasulullah sementara ‘Ali menggantikan tempat tidur Nabi saat orang kafir Quraisy mengepung. Malam itu, Rasulullah meninggalkan Makkah dan bersembunyi di gua Tsaur. Sementara orang kafir mengancam nyawanya.

Fathimah sangat besar perjuangannya. Dia adalah putri dari seorang yang suci. Dia sendiri suci. Dari rahimnya yang suci, kita pernah mendengar nama Al-Hasan dan Al-Husain yang ikut bersama kakeknya ketika akan melakukan mubahalah (perang doa) dengan pendeta Bani Najran. Ia juga melahirkan Zainab yang kelak harus meninggalkan Mesir. Dari keturunan Zainab inilah kelak Imam Syafi’I mendapat tempat dan perlindungan. Juga membuka pesantrennya.

Jika pada tanggal 10 Dzulhijjah orang-orang Islam bergembira ketika memotong leher kambing dan onta, hari itu hati yang bersih menjerit menangis ketika penguasa yang zalim memotong leher orang yang paling dicintai Rasulullah Saw.. Jika dulu Fathimah Az-Zahra membukakan pintu kepada Rasulullah ketika akan menemui Al-Husain, hari itu para wanita segera menutup wajahnya dengan niqab untuk menyembunyikan keperihan hatinya ketika melihat kepala Al-Husain diarak. Jika dulu Rasulullah sering mendekap dan menciumnya, hari itu wajah yang sering didoakan Rasulullah itu dihinakan. Bahkan ketika sudah menjadi mayat, giginya masih diantuk-antuk dengan ujung pedang. Padahal, jenazah orang kafir saja kita disuruh menghormati.

Akan tetapi Al-Husain justru harum dengan darahnya. Sama seperti airmata Zainab yang menyelamatkan ‘Ali Ausath, satu-satunya putra Al-Husain yang masih tersisa dari pembantian. Airmata itu sampai sekarang tetap mengalir di dada kaum muslimin yang tahu hak mereka, bercampur dengan darah Al-Husain yang harum.

Pelajaran kadang memang harus pahit. Namun peristiwa di tanah duka (Karbala) itu rasanya terlalu pahit. Hanya Al-Husain yang sanggup memikul kemuliaan itu. Kita yang mencintai leher kita, apalagi kita masih mencintai sapu tangan dan keramik unik, tidak cukup layak untuk mendapatkan kehormatan. Alangkah tingginya Al-Husain dan keturunannya. Alangkah jauhnya kita darinya. Lantas, apakah masih ada alasan untuk bersombong di hadapan kemuliannya?

Kita memang terlalu jauh dari derajat Al-Husain. Bahkan untuk layak disebut sebagai golongan yang mencintainya saja, entah layak entah tidak. Sekadar meniru An-Nasa’I saja, saya belum yakin kita mempunyai cukup keberanian dan ketegaran. Sekarang, tangan kita lecet sedikit saja sudah membuat wajah kita muram dan mulut meringis. Padahal An-Nasa’i merelakan nyawanya demi kecintaannya. Sama seperti Imam Ahmad ibn Hanbal yang bersedia dipukuli penguasa. Sama seperti Imam Syafi’i yang konon adalah imam kaum muslim Indonesia, sebab mayoritas umat Islam Indonesia bermadzab Syafi’iyah meskipun kadang masih mencela orang yang melaksanakan qaul (pendapat hasil ijtihad) Imam Syafi’i. Dan kita tahu, mereka semua adalah ulama-ulama Ahlu Sunnah wal Jama’ah.

Ah, sudahlah. Dengan rasa malu atau tidak sama sekali, kita harus mengakui betapa jauhnya kita dari orang-orang terdahlu. Sangat jauh.

Meskipun demikian, masih ada yang dapat kita ambil. Kita dapat melihat kembali sebagian kecil teladan Fathimatuz Zahra sehingga mempunyai keturunan yang mulia sampai generasi-generasi yang jauh sesudahnya, termasuk Syaikh ‘Abdul Qadir Al-Jailani maupun Sayyid ‘Abdullah Haddad.

Keteladanan Fathimatuz Zahra mencakup kedekatan kepada Allah, kuatnya dalam menegakkan shalat malam, khusyuknya dalam berzikir, kesetiaannya yang sangat luar biasa kepada suami, serta kuatnya kecintaan dan perhatian kepada anak-anaknya. Hari ini, insya-Allah kita akan mencoba melihat bagaimana Fathimah Az-Zahra mendidik dan membesarkan putra-putrinya. Sedangkan keteladanan lain, silakan periksa sendiri. Tentu saja, membicarakan Fathimah Az-Zahra radhiyallahu ‘anha tidak bisa lepas dari pembicaraan mengenai suaminya ‘Ali bin Abi Thalib karamallahu wajhah dan ayahnya Muhammad Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Kepada anak-anak perempuannya, Fathimah mengajarkan keberanian, pengorbanan, keteguhan, dan tidak takut kepada orang lain.

Imam Nawawi al-Bantani (Al-Jawi) pernah menuliskan keagungan Fathimah Az-Zahra ketika berbicara masalah hak dan kewajiban suami-istri. Berikut ini saya kutip dari Uqudul Lujain karya Imam Nawawi Al-Bantani.

Suatu hari Rasulullah Saw. Menjenguk Az-Zahra. Ketika itu ia sedang membuat tepung dengan alat penggiling sambil menangis.

“Kenapa menangis, Fathimah?” Tanya Rasulullah, “Mudah-mudahan Allah tidak membuatmu menangis lagi.”
“Ayah,” Fathimah menjawab, “aku menangis hanya karena batu penggiling ini, dan lagi aku hanya menangisi kesibukanku yang silih berganti.”

Rasulullah kemudian mengambil tempat duduk di sisinya, kata Abu Hurairah. Fathimah berkata, “Ayah, demi kemuliaanmu, mintakan kepada ‘Ali supaya membelikan seorang budak untuk membantu pekerjaan-pekerjaanku membuat tepung dan menyelesaikan pekerjaan rumah.”

Setelah mendengar perkataan putrinya, Rasulullah bangkit dari tempat duduknya dan berjalan menuju tempat penggilingan. Beliau memungut segenggam biji-bijian gandum dimasukkan ke penggilingan. Dengan membaca bismillahir rahmanir rahim maka berputarlah alat penggiling itu atas ijin Allah. Beliau terus memasukkan biji-bijian itu sementara alat penggiling terus berputar sendiri, sambil memuji Allah dengan bahasa yang tidak dipahami manusia. Ini terus berjalan sampai biji-bijian itu habis.

Rasulullah Saw. berkata kepada alat penggiling itu, “Berhentilah atas ijin Allah. Seketika alat pengiling pun berhenti. Beliau berkata sambil mengutip ayat Al-Qur’an, Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu. Penjaganya adalah malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak pernah mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya, dan mereka selalu mengerjakan segala yang diperintahkan.” (QS. At-Tahrim: 6).

Merasa takut jika menjadi batu yang kelak masuk neraka, tiba-tiba batu itu bisa berbicara atas ijin Allah. Ia berbicara dengan bahasa Arab yang fasih. Batu itu berkata, “Ya, Rasulallah. Demi Dzat yang Mengutusmu dengan hak menjadi Nabi dan Rasul, seandainya engkau perintahkan aku untuk menggiling biji-bijian yang ada di seluruh jagat Timur dan Barat, pastilah akan kugiling semuanya.”

Dan aku mendengar pula, kata Abu Hurairah yang meriwayatkan kisah ini, bahwa Nabi Saw. bersabda, “Hai Batu, bergembiralah kamu. sesungguhnya kamu termasuk batu yang kelak dipergunakan untuk membangun gedung Fathimah di surga.”

Seketika itu, batu penggiling itu bergembira dan berhenti.

Nabi Saw. bersabda kepada putrinya, Fathimah Az-Zahra, “Kalau Allah berkehendak, hai Fathimah, pasti batu penggiling itu akan berputar sendiri untukmu. Tetapi Allah berkehendak mencatat kebaikan-kebaikan untuk dirimu dan menghapus keburukan-keburukanmu, serta mengangkat derajatmu.

Hai Fathimah, setiap istri yang membuatkan tepung untuk suami dan anak-anaknya, maka Allah mencatat baginya memperoleh kebajikan dari setiap butir biji yang tergiling, dan menghapus keburukannya, serta mengangkat derajatnya.

Hai Fathimah, setiap istri yang berkeringat di sisi alat penggilingnya karena membuatkan bahan makanan untuk suaminya, maka Allah menjauhkan antara dirinya dan neraka sejauh tujuh hasta.

Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut anak-anaknya dan menyisirkan rambut dan mencucikan baju mereka, maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh pahala seperti pahala orang yang memberi makan seribu orang yang sedang kelaparan dan seperti orang yang memberi pakaian seribu orang yang telanjang.

Hai Fathimah, setiap istri yang mencegah kebutuhan tetangganya, maka Allah kelak akan mencegahnya (tidak memberi kesempatan baginya) untuk minum dari telaga Kautsar pada hari kiamat.

Hai Fathimah, tetapi yang lebih utama dari semua itu adalah keridhaan suami terhadap istrinya. Sekiranya suamimu tidak meridhaimu, tentu aku tidak akan mendoakan dirimu. Bukankah engkau mengerti, Hai Fathimah, bahwa ridha suami itu bagian dari ridha Allah, dan kebencian suami merupakan bagian dari kebencian Allah.

Hai Fathimah, manakala seorang istri mengandung, maka para malaikat memohon ampun untuknya, setiap hari dirinya dicatat memperoleh seribu kebajikan, dan seribu keburukannya dihapus. Apabila telah mencapai rasa sakit (menjelang melahirkan) maka Allah mencatatkan untuknya memperoleh pahala seperti pahala orang-orang yang berjihad di jalan Allah. Apabila telah melahirkan, dirinya terbebas dari dosa seperti keadaannya setelah dilahirkan ibunya.

Hai Fathimah, setiap istri yang melayani suaminya dengan niat yang benar, maka dirinya terbebas dari dosa-dosanya seperti pada hari dirinya dilahirkan ibunya. Ia tidak keluar dari dunia (yakni mati) kecuali tanpa membawa dosa. Ia menjumpai kuburnya sebagai pertamanan surga. Allah memberinya pahala seperti seribu orang yang berhaji dan berumrah, dan seribu malaikat memohonkan ampunan untuknya hingga hari kiamat.

Setiap istri yang melayani suaminya sepanjang hari dan malam hari disertai hati yang baik, ikhlas, dan niat yang benar, maka Allah akan mengampuni dosanya. Pada hari kiamat kelak dirinya diberi pakaian berwarna hijau, dan dicatatkan untuknya pada setiap rambut yang ada di tubuhnya dengan seribu kebajikan, dan Allah memberi pahala kepadanya sebanyak seratus pahala orang yang berhaji dan berumrah.

Hai Fathimah, setiap istri yang tersenyum manis di muka suaminya, maka Allah memperhatikannya dengan penuh rahmat.

Hai Fathimah, setiap istri yang menyediakan diri tidur bersama suaminya dengan sepenuh hati, maka ada seruan yang ditujukan kepadanya dari langit. ‘Hai wanita, menghadaplah dengan membawa amalmu. Sesungguhnya Allah telah mengampuni dosa-dosamu yang berlalu dan yang akan datang.

Hai Fathimah, setiap istri yang meminyaki rambut suaminya, demikian pula jenggotnya, memangkas kumis dan memotong kuku-kukunya, maka kelak Allah akan memberi minum kepadanya dari rahiqim makhtum (tuak jernih yang tersegel) dan dari sungai yang ada di surga. Bahkan kelak Allah akan meringankan beban sakaratul maut. Kelak ia akan menjumpai kuburnya bagaikan taman surga. Allah mencatatnya terbebas dari neraka dan mudah melewati sirath (titian).

Mihrab Agung Orang-orangTercinta Lima orang anak yang dikaruniakan Allah Swt. Kepada Az-Zahra, yaitu Hasan, Husain, Zainab, Ummu Kultsum, dan Muhsin –yang meninggal keguguran ketika masih berupa janin dalam rahim sucinya. Ummu Kultsum kelak dinikahi oleh Umar bin Khaththab karena keinginan Umar yang kuat untuk bersambung ikatan darah dengan Rasulullah.

Fathimah Az-Zahra mendidik sendiri dua putra dan dua putri yang diamanahkan Allah Swt. kepadanya. Ia susui anak-anaknya dengan air susunya sendiri. Ia rawat anak-anaknya dengan tangannya sendiri.

Ia memilih untuk mendekap anaknya sendiri, meskipun kepayahan bekerja dan ada orang yang mau menggantikan, karena ibulah yang bisa menyayangi anaknya, bukan orang lain –termasuk baby-sitter. Padahal sekarang ibu-ibu muda kadang memilih untuk bisa makan dengan tenang dan enak, sedangkan menggendong anak biar dikerjakan oleh baby-sitter.

Mari kita dengarkan cerita dari Bilal, muadzin Rasulullah:

“Saya melewati Fathimah yang sedang menggiling,” kata Bilal, “sementara anaknya menangis.”

“Saya berkata kepadanya,” kata Bilal melanjutkan. “Jika engkau mau, biar aku yang memegang gilingan dan engkau memegang anak itu. Atau, aku yang memegang anak itu dan engkau memegang gilingan.”

Ia berkata, “Aku lebih dapat mengasihi anakku daripada engkau.”

Sebagaimana istrinya, Sayyidina Ali juga menolak orang membawakan makanan yang akan diberikan kepada anaknya (masyaAllah, betapa hati-hatinya beliau menjaga kebarakahan). Shalih, seorang pedagang pakaian pernah mendapat cerita dari neneknya, “Saya melihat Ali karamallahu wajhahu membeli kurma dengan harga satu dirham, lalu beliau membawanya dibungkus selimut. Saya berkata kepadanya atau seseorang berkata kepadanya, ‘Saya yang akan membawanya, wahai Amirul Mukminin.’ Beliau berkata, ‘Jangan! Kepala keluarga lebih berhak membawanya.’”

Kisah ini disampaikan oleh Imam Bukhari. Jabatan Imam Ali saat itu adalah khalifah, Amirul Mukminin. Pada masa sekarang, jabatan itu lebih tinggi daripada presiden atau raja sebuah negara, sebab kekuasaannya meliputi negeri-negeri lain. Tetapi untuk membawakan makanan anak, Amirul Mukminin tidak mau menyerahkan kepada orang lain.

Jabir Al-Anshari menceritakan bahwa Nabi melihat Fathimah sedang menggiling dengan kedua tangannya sambil menyusui anaknya. Maka mengalirlah airmata Rasulullah.

“Anakku,” katanya, ”engkau menyegerakan kepahitan dunia untuk kemanisan akhirat.”

Fathimah mengatakan, “Ya Rasulallah, segala puji bagi Allah atas nikmat-Nya, dan pernyataan syukur hanyalah untuk Allah atas karunia-Nya.”

Lalu Allah menurunkan ayat, “Dan kelak Tuhanmu pasti akan memberimu karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas.”
Kepada anak-anak perempuannya, Fathimah mengajarkan keberanian, pengorbanan, keteguhan, dan tidak takut kepada orang lain sejauh ia berdiri di atas kebenaran. Sehingga kita mendapati, dalam situasi yang penuh ketakutan dan leher sewaktu-waktu bisa terputus, Zainab masih bisa menghadap Ibnu Ziyad dengan penuh ketegaran. Kesedihan yang teramat sangat ketika hampir semua saudara, kemenakan, sanak-kerabat, dan sahabat menjadi mayat berserakan, tidak membuatnya kehilangan keberanian dan ketegaran untuk mengatakan apa yang seharusnya dikatakan. Mengatakan kebernaran.

Ketika Ibnu Ziyad menghina Zainab dengan perkataan, “Puji Tuhan yang telah mempermalukan dan menyingkap dusta kalian. Puji Tuhan yang telah mengobati rasa dendam dan kesumatku kepada saudaramu.”; Zainab menjawab dengan tegar, tanpa rasa takut. “Puji Tuhan yang telah menganugerahi kami keutamaan syahadah. Puji Tuhan yang telah menetapkan kenabian pada keluarga kami. Kekalahan dan kenistaan adalah milik kalian wahai orang-orang zalim dan fasik. Syahadah adalah kebanggaan, bukan kenistaan. Orang-orang zalimlah yang suka berbohong, bukan kami. Kami ahli hakikat. Semoga Tuhan mencabut nyawamu, wahai anak marjanah!”

Ibnu Ziyad dan orang-orang yang hadir kaget mendengar kata “marjanah”, wanita lacur. Ibnu Ziyad sangat tertampar dengan kata itu, sehingga ia berkata, “sudah begini kalian masih berani angkat suara.”

Ibnu Ziyad mengambil kesempatan bicara dengan ‘Ali Ausath, kelak dikenal dengan gelar ‘Ali Zainal ’Abidin. Dia pun memberi jawaban yang tak kalah pedasnya dengan Zainab, padahal dia masih sangat kecil (bandingkan dengan anak TPG/TPA sekarang). Kemudian Ibnu Ziyad memanggil algojo, tukang jagal manusia, untuk memotong kepala ‘Ali Zainal ’Abidin. Tiba-tiba Zainab bangkit dan memeluk ‘Ali Zainal ’Abidin dengan erat sambil mengatakan, “Demi Allah, lehernya tidak akan terpenggal sebelum kalian penggal leherku terlebih dulu.”

Ibnu Ziyad memandang Zainab dengan heran dan berkata, “Alangkah kuatnya rahim mempererat mereka.”
Inilah Zainab, hasil didikan madrasah suci bernama Fathimatuz Zahra. Semenjak kecil mereka dididik oleh ibu yang sangat kuat kasih sayangnya. Dari Az-Zahra juga, mereka belajar pengorbanan.

Mereka belajar banyak tentang pengorbanan dari ibu mereka, Fathimah Az-Zahra, dan ayah mereka, ‘Ali karamallahu wajhahu. Ada kisah pengorbanan mereka yang kemudian menjadi sebab turunnya surat Al-Insaan (76) ayat 8-9.

Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mendapat ridha Allah. Kami tidak mengharapkan balasan dari kamu dan tidak pula ucapan terima kasih.” (QS. Al-Insaan:8-9).

Ketika itu Hasan dan Husain sedang dalam keadaan sakit. Rasulullah ditemani oleh beberapa sahabat, datang menjenguk mereka. Rasulullah menyarankan kepada ‘Ali untuk mengucapkan janji (bernazar) kepada mereka itu. Semua anggota keluarga, termasuk Fathimah, ‘Ali dan Fazzah, pembantu mereka, mengucapkan janji kepada Allah untuk menjalankan puasa selama tiga hari bila putra-putra ‘Ali sembuh dari sakit.

Ketika mereka sembuh, puasa pun dimulai. Tetapi mereka tidak memiliki apa-apa untuk berbuka puasa. ‘Ali kemudian meminjam tiga sha’ gandum dari seorang Yahudi di Khaibar bernama Syam’un. Fathimah memegang lima keping roti dengan sepertiga bagian gandum itu dan meletakkan di atas meja makan saat berbuka puasa. Pada saat hendak berbuka puasa, seorang pengemis mengetuk pintu dan meminta makanan sambil berkata, “Tolonglah aku, semoga Allah memberimu makan dengan makanan surga.” Keluarga itu pun memberikan makanan mereka dan berbuka hanya dengan air.

Hari berikutnya mereka masih berpuasa. Sekali lagi lima keping roti dipersiapkan. Kini, seorang anak yatim mengetuk pintu untuk meminta makanan. Keluarga itu sekali lagi memberikan makanan mereka kepada anak yatim itu. Pada hari ketiga datang tawanan menjelang saat berbuka. Mereka melakukan hal yang sama.

Pada hari ketiga, ‘Ali membawa anak-anaknya ke rumah Rasulullah. Melihat keadaan cucu-cucunya, beliau menjadi sedih dan berkata, “betapa susah bagiku melihat kalian dalam keadaan yang sulit ini.”

Lalu beliau mengajak mereka kembali ke rumah Fathimah. Ketika tiba di sana, Fathimah sedang berdo’a, sementara kondisi tubuhnya sedang dalam keadaan lemah dan matanya begitu sayu.

Melihat ini, Rasulullah Saw. menjadi bertambah sedih. Pada waktu itu, malaikat Jibril datang kepada beliau dan mengatakan, “Terimalah hadiah dari Allah ini. Allah mengirimkan ucapan selamat bagimu karena memiliki keluarga yang begitu mulia.”

Lalu Jibril membacakan kepada Rasulullah surat Al-Insaan (Hal Ata). Inilah Fathimah, ibu yang mendidik anak-anaknya dengan kesabaran dan kelembutan luar biasa itu. Ia menanamkan ke dada anak tauhid dan kesediaan untuk berdarah-darah.

Fathimah, kata Soraya Maknun, mendidik seorang anak perempuan seperti Zainab seorang wanita yang terpelajar, bijaksana dan terhormat, yang kata-katanya dapat menenangkan saudaranya yang tak berdosa pada saat-saat kritis di senja bulan Asyura’ (Muharram). Inilah wanita yang emosinya sangat matang.

Kisah Fathimah Az-Zahra akan lebih panjang lagi kalau diteruskan. Dan makalah ini tidak cukup untuk menuliskan. Oleh karena itu, kita sudahi dulu. Sebagai penutup, saya sampaikan kisah singkat Hasan dan Husain, kata Abu Hurairah, bergulat. Lalu Rasulullah Saw. berkata, “Ayo Hasan!”

Maka Fathimah mengatakan, “Wahai Rasulullah, engkau mengatakan ‘ayo Hasan’, padahal dia lebih besar.”
Maka Rasulullah menjawab, “Aku mengatakan ‘Ayo Hasan’ dan malaikat Jibril mengatakan ‘Ayo Husain.”
Sambil bermain-main dengan Hasan, Fathimah mengajarkan kepada anaknya dengan mengatakan:

Jadilah seperti ayahmu, wahai Hasan Lepaskan tali kendali yang membelenggu kebenaran Sembahlah Tuhan yang memiliki anugerah Janganlah kau bantu orang yang memiliki dendam

Saya tidak tahu apakah kita bisa meneladani Fathimatuz Zahra, sedangkan tingkatan kita masih seperti ini. Jauh sekali.

Tetapi saya berharap pembicaraan ini ada manfaatnya. Setidaknya mengajari kita rasa malu, untuk tahu diri. Kalau kita sudah merasa berkorban dan berjasa, sebandingkah dengan pengorbanan Az-Zahra dan keluarganya?

Satu hal, tulisan ini adalah do’a. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan kepada kita keturunan yang penuh barakah dan Allah mengaruniakan kepada mereka barakah, sampai yaumil-qiyamah. Semoga Allah mengaruniakan pada kita keluarga yang penuh barakah dan Allah melimpahkan barakah kepada kita.

Mudah-mudahan kita yang hadir saat ini dikumpulkan bersama Rasulullah Muhammad Saw di Al-Haudh. Amiin Allahumma Amin.

Wallahu A’lam Bishshawab.